Senin, 27 Oktober 2008

DERITA YANG DISEMBUNYIKAN IBU





DERITA YANG DISEMBUNYIKAN IBU

Yang ingin ku ceritakan ini sebenarnya bukanlah tentang diriku,tapi tentang ibu angkatku yang berhati mulia, Ia mencintaiku sepenuh hati,seperti aku ini adalah anak kandungnya.

Ibuku yang cantik dan berhati mulia,tidak memepumpunyai anak seorangpun.Dokter telah mengatakan,bahwa ia mandul. Sementara ayahku sehat dan subur. Kekurangan ibu yang diterimanya dengan hati iklas itulah yang ingin ku ceritakan, untuk dapat dijadikan cermin bagi wanita yang bernasib sama, gar tidak menyesali takdir dan menerimanya sebagai bagian dari cobaan Tuhan yang tidak bisa diellakkan.

Ibuku berasal dari kalangan orang berada di desa. Sebagaimana gadis – gadis desa lainnya, ibu dinikahkan dengan laki – laki yang dijodohkan untuknya, sebagai anak yang berbakti, ia menerima. Apalagi laki – laki yang dijodohkan itu memang dikagumi oleh ibu.

Tahun – tahun pertama perkawinan adalah tahun – tahun yang penuh madu. Ibu begitu mencintai ayah. Hanya sayangnya. Perut ibu tak juga berisi. Padahal mereka begitu mendambakannya. Ibu juga telah berusa keras dengan meminum jamu atau ramuan dari dukun dan obat yang diberikan dokter tapi hasilnya nihil.

Karena usahanya gagal,ibu mengambil anak saudaranya yang berusia 2 tahun,yakni diriku sendiri, untuk diasuh, sekaligus untuk dijadikan pemancing agar dapat hamil, sebagaimana disarankan orang – orang tua di desa.

PUNYA ISTRI MUDA

Sampai umurku tujuh tahun,harapan ibu untuk mempunyai anak hanya tinggal harapan. Sampai akhirnya, suatu hari,kuping kecilku mendengar pertengkaran dikamar ibu yang tertutup. Isak tangis ibu yang kudengar membuatku ikut menangis. Aku menggedor – gedor pintu sambil memanggil ibu,tapi pintu tetap tertutup. Ibu tak menghiraukanku sampai pengasuhku membawaku pergi.

Sejak saat itu sering terjadi pertengkaran antara ayah dan ibu di rumah. Aku sering menyaksiaknnya dengan mata berlinang atau mendengarkannya dibalik pintu tertutup.

Samar – samar aku mendengar bahwa ayah mempunyai istri baru.

“kamu mau adek gak neng?”tanya ayah suatu waktu.

“tidak ya neng. Tidak ingin adek”jawab ibu.

Aku hanya tersyum sambil memeluk ibu.

Tetapi nampaknya pertengkaran telah berakhir ketika aku duduk di kelas 5 SD. Ayah dan ibu memberiku seorang adik berusia dua tahun.

Aku bahagia mempunyai seorang teman dirumah. Ibu juga sangat menyayangi adikku. Tak ada perbedaan sedikitpun diantara kami berdua.bahkan ketika adikku bertambah dua lagi, ibu menyayangi kami secara sama.

Tahun demi tahun berlalu, membuatku mengerti adik – adikku bukanlah anak kandung ibuku, tetapi anak istri muda ayah yang diasuhnya dengan kasih sayang.


TETAP BERTAHAN

Kukira, pertengkaran ayah dan ibu yang sering kusaksikan ketika aku masih bocah telah berakhir, nyatanya tidak. Aku mulai lagi melihat ayah dan ibu bertengkar dikamar atau diruang tengah. Ayah yang pembawaannya tegas bahkan pernah sampai melempar barang hingga pecah belah didrapan ibu. Kata – kata pedas dan menyakitkan keluar dari mulut ayah yang biasanya sayang pada keluarganya itu.

“kamu kira mudah menceraikan, aku tidak mau menceraikan dia!!!”

“tapi bapak dulu sudah janji akan menceraikannya kalau bapak sudah mendapat anak darinya,”jawab ibu.

Aku secara tak sengaja mendengar percekcokan itu ketika pulang sekolah.

Jadi tu sebabnya. Itulah penyebab pertengkaran ibu dan ayah akhir – akhir ini.ibu menuntut ayah menceraikan istri muda nya yang tak pernah dikenalnya, dan ayah bersikeras bertahan untuk tidak menceraikan istri mudanya. Hatiku sakit nasib ibu. Ibu sudah banyak berkorban untuk ayah tapi ayah tak mau melepaskan perempuan itu. Padahal apa yang ayah dambakan sudah tercapai,lagipula ayah juga sudah tua untuk apa punya istri dua.

Mungkin pikiranku juga buruk terhadap perempuan itu. Aku ingin ayah bercerai dengan istri mudanya. Tapi aku juga mengerti jalan pikiran ayah yang tidak ingin dikatakan membuang ampas setelah mendapatkan apa yang ayah mau. Sampai sekarangpun ayah masih beristri dua entah kapan ia akan menceraikannya.

Pada tengah malam aku sering kulihat ibu menggunakan mukena,malakukan sholat malam. Air matanya turun berderai. Isakan halusnya terdengar sanpai kekamar tidurku. Tetapi pada pgi harinya, tak ku lihat mata ibu yang sembab. Ia bahkan dengan wajah segar dan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya menunggu ayah dan anak – anaknya di meja makan.

Itulah ibuku, wanita yang mulia yang dengan besar jiwa membesarkan anak – anak dari istri muda suaminya, mengasihinya sepenuh hati sekalipun ia tak pernah mengenal madunya. Aku sendiri tak tahu seperti apa istri muda ayah. Ayah tak pernah mau memperkenalkannya. Tapi sungguh aku tak pernah punya minat untuk mengenalnya

BY: Mrs.Z